ALERGI MAKANAN DAN AUTISME

Dr Widodo Judarwanto SpA

Children Allergy Center, Rumah Sakit Bunda Jakarta

1. Pendahuluan

Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri menunjukkan bahwa angka kejadian alergi terus meningkat tajam beberapa tahun terahkir. Tampaknya alergi merupakan kasus yang cukup mendominasi kunjungan penderita di klinik rawat jalan Pelayanan Kesehatan Anak.

Alergi pada anak dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi. Terakhir terungkap bahwa alergi ternyata bisa mengganggu fungsi otak, sehingga sangat mengganggu perkembangan anak Belakangan terungkap bahwa alergi menimbulkan komplikasi yang cukup berbahaya, karena alergi dapat mengganggu semua organ atau sistem tubuh kita termasuk gangguan fungsi otak. Gangguan fungsi otak itulah maka timbul ganguan perkembangan dan perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi, gangguan emosi, keterlambatan bicara, gangguan konsentrasi hingga autism.

Autism dan berbagai spektrum gejalannya adalah gangguan perilaku anak yang paling banyak diperhatikan dan kasusnya ada kecenderungan meningkat dalam waktu terakhir ini. Autism diyakini beberapa peneliti sebagai kelainan anatomis pada otak secara genetik. Terdapat beberapa hal yang dapat memicu timbulnya autism tersebut, termasuk pengaruh makanan atau alergi makanan.

2.ALERGI MAKANAN

Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan system tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang dasaranya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.

Tidak semua reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan merupakan reaksi alergi murni, tetapi banyak dokter atau masyarakat awam menggunakan istilah alergi makanan untuk semua reaksi yang tidak diinginkan dari makanan, baik yang imunologik atau non imunologik. Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of Allergy and immunology,The National Institute of Allergy and infections disease yaitu

· Reaksi simpang makanan (Adverse food reactions)

Istilah umum untuk reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan yang ditelan. Reaksi ini dapat merupakan reaksi sekunder terhadap alergi makanan (hipersensitifitas) atau intoleransi makanan.

· Allergy makanan (Food Allergy)

Alergi makanan adalah reaksi imunologik yang menyimpang. Sebagian besar reaksi ini melalui reaksi hipersensitifitas tipe 1.

· Intoleransi Makanan (Food intolerance)

Intoleransi makanan adalah reaksi makanan nonimunologik dan merupakan sebagian besar penyebab reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan. Reaksi ini dapat disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan karena kontaminasi toksik (misalnya toksin yang disekresi oleh Salmonella, Campylobacter dan Shigella, histamine pada keracunan ikan), zat farmakologik yang terkandung dalam makanan misalnya tiramin pada keju, kafein pada kopi atau kelainan pada pejamu sendiri seperti defisiensi lactase, maltase atau respon idiosinkrasi pada pejamu

Tanda dan gejala alergi makanan Keluhan alergi sering sangat misterius, sering berulang, berubah-ubah datang dan pergi tidak menentu. Kadang minggu ini sakit tenggorokan, minggu berikutnya sakit kepala, pekan depannya diare selanjutrnya sulit makan hingga berminggu-minggu. Bagaimana keluhan yang berubah-ubah dan misterius itu terjadi. Ahli alergi modern berpendapat serangan alergi atas dasar target organ (organ sasaran).

Reaksi alergi merupakan manifestasi klinis yang disebabkan karena proses alergi pada seseorang anak yang dapat menggganggu semua sistem tubuh dan organ tubuh anak.. Organ tubuh atau sistem tubuh tertentu mengalami gangguan atau serangan lebih banyak dari organ yang lain. Mengapa berbeda, hingga saat ini masih belum banyak terungkap. Gejala tergantung dari organ atau sistem tubuh , bisa terpengaruh bisa melemah. Jika organ sasarannya paru bisa menimbulkan batuk atau sesak, bila pada kulit terjadi dermatitis atopik. Tak terkecuali otakpun dapat terganggu oleh reaksi alergi. Apalagi organ terpeka pada manusia adalah otak. Sehingga dapat dibayangkan banyaknya gangguan yang bisa terjadi.

Tabel 1. MANIFESTASI ALERGI PADA BAYI BARU LAHIR HINGGA 1 TAHUN

ORGAN/SISTEM TUBUH

GEJALA DAN TANDA

1

Sistem Pernapasan

Bayi lahir dengan sesak (Transient Tachipneu Of The newborn), cold-like respiratory congestion (napas berbunyi/grok-grok).

2

Sistem Pencernaan

sering rewel/colic malam hari, hiccups (cegukan), sering “ngeden”, sering mulet, meteorismus, muntah, sering flatus, berak berwarna hitam atau hijau, berak timbul warna darah. Lidah sering berwarna putih. Hernia umbilikalis, scrotalis atau inguinalis.

3

Telinga Hidung Tenggorok

Sering bersin, Hidung berbunyi, kotoran hidung berlebihan. Cairan telinga berlebihan. Tangan sering menggaruk atau memegang telinga.

3

Sistem Pembuluh Darah dan jantung

Palpitasi, flushing (muka ke merahan), nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan darah rendah

4

Kulit

Erthema toksikum. Dermatitis atopik, diapers dermatitis. urticaria, insect bite, berkeringat berlebihan.

5

Sistem Saluran Kemih

Sering kencing, nyeri kencing, bed wetting (ngompol) Frequent, urgent or painful urination; inability to control bladder; bedwetting; vaginal discharge; itching, swelling, redness or pain in genitals; painful intercourse.

6

Sistem Susunan Saraf Pusat

Sensitif, sering kaget dengan rangsangan suara/cahaya, gemetar, bahkan hingga kejang.

7

Mata

Mata berair, mata gatal, kotoran mata berlebihan, bintil pada mata, conjungtivitis vernalis.

Tabel 2. MANIFESTASI ALERGI PADA ANAK USIA LEBIH 1 TAHUN

ORGAN/SISTEM TUBUH

GEJALA DAN TANDA

1

Sistem Pernapasan

Batuk, pilek, bersin, mimisan, hidung buntu, sesak(astma), sering menggerak-gerakkan /mengusap-usap hidung

2

Sistem Pencernaan

Nyeri perut, sering buang air besar (>3 kali/perhari), gangguan buang air besar (kotoran keras, berak, tidak setiap hari, berak di celana, berak berwarna hitam atau hijau, berak ngeden), kembung, muntah, sulit berak, seringflatus, sariawan, mulut berbau.

3

Telinga Hidung Tenggorok

Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung gatal, pilek, post nasal drip, epitaksis, salam alergi, rabbit nose, nasal creases Tenggorok : tenggorokan nyeri/kering/gatal, palatum gatal, suara parau/serak, batuk pendek (berdehem), Telinga : telinga terasa penuh/ bergemuruh/berdenging, telinga bagian dalam gatal, nyeri telinga dengan gendang telinga kemerahan atau normal, gangguan pendengaran hilang timbul, terdengar suara lebih keras, akumulasi cairan di telinga tengah, pusing, gangguan keseimbangan.

3

Sistem Pembuluh Darah dan jantung

Palpitasi, flushing (muka ke merahan), nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan darah rendah,

4

Kulit

Sering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak di bibir, lebam biru kehitaman, bekas hitam seperti digigit nyamuk, berkeringat berlebihan.

5

Sistem Saluran Kemih dan kelamin

Nyeri, urgent atau sering kencing, nyeri kencing, bed wetting (ngompol); tidak mampu mengintrol kandung kemih; mengeluarkan cairan di vagina; gatal, bengkak atau nyeri pada alat kelamin. Sering timbul infeksi saluran kencing

6

Sistem Susunan Saraf Pusat

NEUROANATOMIS :Sering sakit kepala, migrain, kejang gangguan tidur.

NEUROANATOMIS FISIOLOGIS: Gangguan perilaku : emosi berlebihan, agresif, impulsive, overaktif, gangguan belajar, gangguan konsentrasi, gangguan koordinasi, hiperaktif hingga autisme.

6

Jaringan otot dan tulang

Nyeri tulang, nyeri otot, bengkak di leher

7

Mata

Mata berair, mata gatal, sering belekan, bintil pada mata. Allergic shiner (kulit di bawah mata tampak ke hitaman).

3. HUBUNGAN AUTISME DAN ALERGI

Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Autism hingga saat ini masih belum jelas penyebabnya. Dari berbagai penelitian klinis hingga saat ini masih belum terungkap dengan pasti penyebab autisme. Secara ilmiah telah dibuktikan bahwa Autisme adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh muktifaktorial dengan banyak ditemukan kelainan pada tubuh penderita. Beberapa ahli menyebutkan autisme disebabkan karena terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Terdapat juga pendapat seorang ahli bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autisme.

Tetapi beberapa penelitian menunjukkan keluhan autism dipengaruhi dan diperberat oleh banyak hal, salah satunya karena manifestasi alergi. Renzoni A dkk tahun 1995 melaporkan autism berkaitan erat dengan alergi. Menage P tahun 1992 mengemukakan bahwa didapatkan kaitan IgE dengan penderita Autism.

Obanion dkk 1987 melaporkan setelah melakukan eliminasi makanan beberapa gfejala autisme tampak membaik secara bermakna. Hal ini dapat juga dibuktikan dalam beberapa penelitian yang menunjukkan adanya perbaikan gejala pada anak autism yang menderita alergi, setelah dilakukan penanganan elimnasi diet alergi. Beberapa laporan lain mengatakan bahwa gejala autism semakin buruk bila manifestasi alergi itu timbul.

4. PROSES TERJADINYA PENGARUH ALERGI TERHADAP AUTISME

Hubungan alergi makanan dan Autisme dapat dijelaskan karena adanya pengaruh alergi makanan terhadap fungsi otak. Patofisiologi dan patogenesis( proses terjadinya penyakit) alergi mengganggu sistem susunan saraf pusat khususnya fungsi otak masih belum banyak terungkap. Namun ada beberapa kemungkinan mekanisme yang bisa dijelaskan, diantaranya adalah :

ALERGI MENGGANGGU ORGAN SASARAN

Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks dipengaruhi faktor genetik, lingkungan dan pengontrol internal. Berbagai sel mast, basofil, eosinofil, limfosit dan molekul seperti IgE, mediator sitokin, kemokin merupakan komponen yang berperanan inflamasi.

Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pelepasan beberapa mediator tersebut dapat mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran. Organ sasaran tersebut misalnya paru-paru maka manifestasi klinisnya adalah batuk atau asma bronchial, bila sasarannya kulit akan terlihat sebagai urtikaria, bila organ sasarannya saluran pencernaan maka gejalanya adalah diare dan sebagainya. Sistem Susunan Saraf Pusat atau otak juga dapat sebagai organ sasaran, apalagi otak adalah merupakan organ tubuh yang sensitif dan lemah. Sistem susunan saraf pusat adalah merupakan pusat koordinasi tubuh dan fungsi luhur. Maka bisa dibayangkan kalau otak terganggu maka banyak kemungkinan manifestasi klinik ditimbulkannya termasuk gangguan perilaku pada anak. Apalagi pada alergi sering terjadi proses inflamasi kronis yang kompleks.

TEORI ABDOMINAL BRAIN DAN ENTERIC NERVOUS SYSTEM

Pada alergi dapat menimbulkan gangguan pencernaan baik karena kerusakan dinding saluran pencernan atau karena disfungsi sistem imun itu sendiri. Sedangkan gangguan pencernaan itu sendiri ternyata dapat mempengaruhi system susunan saraf pusat termasuk fungsi otak.

Teori gangguan pencernaan berkaitan dengan Sistem susunan saraf pusat saat ini sedang menjadi perhatian utama kaum klinisi. Penelitian secara neuropatologis dan imunoneurofisiologis banyak dilaporkan. Teori inilah juga yang menjelaskan tentang salah satu mekanisme terjadinya gangguan perilaku seperti autism melalui Intestinal Hypermeability atau dikenal dengan Leaky Gut Syndrome. Golan dan Strauss tahun 1986 melaporkan adanya Abdominal epilepsy, yaitu adanya gangguan pencernaan yang dapat mengakibatkan epilepsi.

KETERKAITAN HORMONAL DENGAN ALERGI

Keterkaitan hormon dengan peristiwa alergi dilaporkan oleh banyak penelitian. Sedangatan perubahan hormonal itu sendiri tentunya dapat mengakibatkan manifestasi klinik tersendiri.

Lynch JS tahun 2001 mengemukakan bahwa pengaruh hormonal juga terjadi pada penderita rhinitis alergika pada kehamilan. Sedangkan Landstra dkk tahun 2001 melaporkan terjadi perubahan penurunan secara bermakna hormone cortisol pada penderita asma bronchial saat malam hari.

Penemuan bermakna dilaporkan Kretszh dan konitzky 1998, bahwa hormon alergi mempengarugi beberapa manifestasi klinis sepereti endometriosis dan premenstrual syndrome. Beberapa laporan lainnya menunjukkan keterkaitan alergi dengan perubahan hormonal diantaranya adalah cortisol, metabolic, progesterone dan adrenalin.

Pada penderita alergi didapatkan penurunan hormon kortisol, esterogen dan metabolik. Penurunan hormone cortisol dapat menyebabkan allergy fatigue stresse, sedangkan penurunan hormone metabolic dapat mengakibatkan perubahan berat badan yang bermakna. Hormona lain uang menurun adalah hormone esterogen.

Alergi juga dikaitkan dengan peningkatan hormone adrenalin dan progesterone. Peningkatan hormon adrenalin menimbulkan manifestasi klinis mood swing, dan kecemasan. Sedangkan penongkatan hormone progesterone mengakibatkan gangguan kulit, Pre menstrual Syndrome, Fatigue dan kerontokan rambut.

Gambar 1 . Beberapa Hormon yang berkaitan dengan alergi dan gejalanya

5. PENATALAKSANAAN

Penanganan alergi pada anak haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan alergi, tetapi yang paling ideal adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut.

Diagnosis pasti alergi makanan tidak dapat ditegakkan hanya dengan tes alergi baik tes kulit, RAST, atau pemeriksaan alergi lainnya. Pemeriksaan tersebut mempunyai keterbatasan dalam sensitifitas dan spesifitas, sehingga validitasnya tidak terlalu baik. Jadi tidak boleh menghindari makanan penyebab alergi atas dasar tes alergi tersebut. Untuk memastikan makanan penyebab alergi harus menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double blind placebo control food chalenge = DBPCFC) Makanan penderita dieliminasi selama 2-3 minggu dalam diet sehari-hari. Setelah 3 minggu bila keluhannya menghilang maka dilanjutkan dengan provokasi makanan yang dicurigai. Setelah itu dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan dalam 1 minggu bila timbul gejala dicatat. Disebut sebagai penyebab alergi bila dalam 3 kali provokasi menimbulkan gejala Diagnosis pasti alergi makanan tidak dapat ditehakkan dengan tes alergi baik tes kulit, RAST, atau pemeriksaan alergi lainnya. Untuk memastikan makanan penyebab alergi harus menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double blind placebo control food chalenge = DBPCFC) Makanan penderita dieliminasi selama 2-3 minggu dalam diet sehari-hari. Setelah 3 minggu bila keluhannya menghilang maka dilanjutkan dengan provokasi makanan yang dicurigai. Setelah itu dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan dalam 1 minggu bila timbul gejala dicatat. Disebut sebagai penyebab alergi bila dalam 3 kali provokasi menimbulkan gejala

Penanganan khusus alergi pada anak dengan gangguan Spektrum Autisme harus melibatkan beberapa disiplin ilmu lainnya. Bila perlu dikonsultasikan pada bidang alergi anak, Neurology anak, psikiater anak, tumbuh kembang, endokrinologi anak dan gastroenterologi anak. Namun bila pendapat dari beberapa ahli tersebut bertentangan dan manifestasi alergi lainnya jelas pada anak tersebut, maka tidak ada salahnya kita lakukan penatalaksanaan alergi makanan dengan “eliminasi terbuka”. Eliminasi makanan tersebut dievaluasi setelah 3 minggu dengan memakai catatan harian. Bila gangguan perkembangan dan perilaku tersebut terdapat perbaikkan maka dapat dipastikan bahwa gangguan tersebut penyebab atau pencetusnya adalah alergi makanan.

6. PROGNOSIS

Alergi makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun biasanya imaturitas saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran cerna karena alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila gangguan saluran cerna akan membaik maka biasanya gangguan perilaku yang terjadipun akan berkurang. Selanjutnya pada usia di atas 5 atau 7 tahun alergi makananpun akan berkurang secara bertahap. Perbaikan gejala alergi makanan dengan bertambahnya usia inilah yang menggambarkan bahwa gejala Autismepun biasanya akan tampak mulai membaik sejak periode usia tersebut. Meskipun alergi makanan tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti udang, kepiting atau kacang tanah.

7. PENUTUP

Permasalahan alergi pada anak tampaknya tidak sesederhana seperti yang diketahui. Sering berulangnya penyakit, demikian luasnya sistem tubuh yang terganggu dan bahaya komplikasi yang terjadi termasuk pengaruh ke otak. Pengaruh alergi makanan ke otak tersebut adalah sebagai salah satu faktor pemicu penyakit Autisme.

Eliminasi makanan tertentu dapat mengurangi gangguan perilaku pada penderita Autisme. Diagnosis pasti alergi makanan hanya dipastikan dengan cara eliminasi provokasi makanan. Penghindaran makanan penyebab alergi tidak dapat dilakukan hanya atas dasar hasil tes kulit alergi atau tes alergi lainnya, karena keterbatasan pemeriksaan tersebut.

Dengan melakukan deteksi dini gejala alergi dan gejala gangguan perkembangan dan perilaku maka pengaruh alergi terhadap otak dapat diminimalkan.

8. Daftar Pustaka

1. Reingardt D, Scgmidt E. Food Allergy.Newyork:Raven Press,1988.

2. Landstra AM, Postma DS, Boezen HM, van Aalderen WM. Role of serum cortisol levels in children with asthma. Am J Respir Crit Care Med 2002 Mar 1;165(5):708-12 Related Articles, Books, LinkOut

3. Kretszh, Konitzky. Differential Behavior Effects of Gonadal Steroids in Women And In Those Without Premenstrual

4. Lynch JS. Hormonal influences on rhinitis in women. Program and abstracts of 4th Annual Conference of the National Association of Nurse Practitioners in Women's Health. October 10-13, 2001; Orlando, Florida. Concurrent Session K New England Journal of Medicine 1998:1246142-156.

5. Bazyka AP, Logunov VP. Effect of allergens on the reaction of the central and autonomic nervous systems in sensitized patients with various dermatoses] Vestn Dermatol Venerol 1976 Jan;(1):9-14

6. Stubner UP, Gruber D, Berger UE, Toth J, Marks B, Huber J, Horak F. The influence of female sex hormones on nasal reactivity in seasonal allergic rhinitis. Allergy 1999 Aug;54(8):865-71

7. Renzoni E, Beltrami V, Sestini P, Pompella A, Menchetti G, Zappella M. Brief report: allergological evaluation of children with autism.: J Autism Dev Disord 1995 Jun;25(3):327-33

8. Menage P, Thibault G, Martineau J, Herault J, Muh JP, Barthelemy C, Lelord G, Bardos P. An IgE mechanism in autistic hypersensitivity? .Biol Psychiatry 1992 Jan 15;31(2):210-2

9. Strel'bitskaia RF, Bakulin MP, Kruglov BV. Bioelectric activity of cerebral cortex in children with asthma.Pediatriia 1975 Oct;(10):40-3.

10. O'Banion D, Armstrong B, Cummings RA, Stange J. Disruptive behavior: a dietary approach. J Autism Child Schizophr 1978 Sep;8(3):325-37.

11. Egger, J et al. Controlled trial of oligoantigenic treatment in the hyperkinetic syndrome. Lancet (1) 1985: 540-5

12. Loblay, R & Swain, A. Food intolerance In Wahlqvist M and Truswell, A (Eds) Recent Advances in Clinical Nutrition. John Libby, London. 1086.pp.1659-177.

13. Rowe, K S & Rowe, K L. Synthetic food colouring and behaviour: a dose-response effect in a double-blind, placebo-controled, repeated-measures study. Journal of Paediatrics (125);1994;691-698.

14. Ward, N I. Assessment of chemical factors in relation to child hyperactivity. J.Nutr.& Env.Med. (ABINGDON) 7(4);1997:333-342.

15. Overview Allergy Hormone. htpp://www.allergycenter/allergy Hormone.

16. Allergy induced Behaviour Problems in chlidren . htpp://www.allergies/wkm/behaviour.

17. Brain allergic in Children.htpp://www.allergycenter/UCK/allergy.

18. William H., Md Philpott, Dwight K., Phd Kalita, Dwight K. Kalita PhD, Linus Pauling PhD, Linus. Pauling, William H. Philpott MD. Brain Allergies: The Psychonutrient and Magnetic Connections.

19. Ray C, Wunderlich, Susan PPrwscott. Allergy, Brains, and Children Coping. London.2003

20. Hall K. Allergy of the nervous system : a reviewAnn Allergy 1976 Jan;36(1):49-64.

21. Doris J Rapp. Allergies and the Hyperactive Child

22. Bentley D, Katchburian A, Brostoff J. Abdominal migraine and food sensitivity in children. Clinical Allergy 1984;14:499-500.



sumber : puterakembara.org

0 comments:

Post a Comment

About this blog

Curhatan, Berita, Fenomena, Olahraga, dan lainnya Insya Allah akan ada di sini...
thanks for your visit at this blog dan follow saya juga di sini :)

About Me

My photo
just simple and keep simply

Followers